Fitrah Seksualitas dan Perintah Sholat

Kebetulan di kelas Bunda Sayang lagi ngebahas Fitrah Seksualitas, trus kayanya dua postingan terakhir isi tugasnya bukan hal yang privat dan bisa di re-blog di sini, dibaca secara umum. Mayan ya, buat baca-baca. 

-------------------------------
Saat mau presentasi di kelas Bunda Sayang beberapa minggu lalu, saya sempat mampir ke blog ini https://nanizahriani.blogspot.co.id/2017/10/belajar-fitrah-seksualitas-melalui.html yang berisi tulisan aplikatif tentang belajar fitrah seksualitas melalui sholat.

Disitu disebutkan, dalam Islam, pendidikan seksualitas telah dimulai saat usia 7 tahun, di mana anak mulai diperintahkan untuk sholat. Amr bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/357)
"Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh."

Bahwa sex education dalam Islam lebih menitikberatkan pada peran dan fungsi sosial lelaki dan perempuan (gender) dalam masyarakat, bukan hanya perbedaan fungsi biologis dari jenis kelamin. 
Interpretasi jenis kelamin sangat tegas dalam Islam, salah satu contohnya dalam pelaksanaan sholat. Dalam pelaksanaan sholat 5 waktu, mazhab Syafi’i menetapkan hukum sunah muaqad bagi laki-laki untuk melaksanakannya berjamaah di masjid. Meskipun masbuk, masih jauh lebih baik dari tempat selain masjid. 

Begitu pula untuk perempuan, walaupun tidak ada larangan sama sekali perempuan sholat di masjid, namun sholat di rumah lebih baik bagi perempuan. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 442). Dalam riwayat Abu Dawud (no. 480) ada tambahan: “meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 576 dan dalam Al-Misykat no. 1062)



Ketentuan syariat tentang sholat ini jelas menegaskan identitas laki-laki dan perempuan. Begitu pula tentang ketentuan lain tentang posisi sholat berjamaah laki-laki dan perempuan, juga perbedaan aurat yang harus ditutup bagi laki-laki dan perempuan, dan tidak ada di antaranya.  

Lalu, bagaimana dengan posisi jamaah perempuan di belakang laki-laki dan perempuan tidak boleh jadi imam sholat bagi laki-laki? Tidakkah itu meletakkan perempuan inferor dari laki-laki. Lagi-lagi Islam menjawab segalanya, bahwa posisi jamaah perempuan di belakang laki-laki serta banyaknya aurat yang harus ditutup adalah bentuk perlindungan dan penghormatan kepada perempuan dari laki-laki bukan mahromnya. Larangan menjadi imam bukan karena ketidakmampuan perempuan, tetapi karena suara perempuan adalah aurat dalam melantunkan kitab suci. Adapun dalam mengajarkan ilmu, islam tidak pernah melarang perempuan untuk mengajarkan laki-laki.
Dari sini, sholat telah menjadi pembelajaran seksualitas pertama di usia pre akil baligh, secara perlahan anak-anak akan menyadari dan mengakui fitrah seksualitas di mana ranah dominan peran masing-masing berada. Sehingga saat waktunya akil baligh, mereka telah sigap dan tegas tentang identitas gender mereka. 

Sampai sini, beneran kejadian. Si kakak yang usianya udah 7 tahun, beberapa hari yang lalu tanya sama saya.
“ Bu, kalau ibu kenapa gak sholat di mesjid lagi? (karena dulu waktu ngajarin sholat di mesjid, saya ikut bersama anak-anak) 
“ Karena ibu perempuan, kalo perempuan aturannya lebih baik sholat di rumah ” 
“ Kecuali tarawih sama sholat idul fitri? “ 
“ Tarawih karena dilakukan berjamaah, sendiri juga boleh...tapi kan lebih enak berjamaah. Kalau sholat Ied memang harus berjamaah, sama kaya Jumatan, gak bisa sholat sendiri “
“ Kalau ibu dulu suka ke mesjid sama kakak….”
“ Iya, dulu ibu masih nganter, nemenin anak-anak sampe berani sholat ke mesjid. Sekarang kakak udah berani sendiri ya ibu di rumah aja sama adik-adik. Nanti adik-adik udah besar juga sholat di mesjid ”

Percakapan singkat, tapi jelas pesannya, sebuah perbedaan antara saya dan dia. Urusan fitrah seksualitas ini memang agak saru dengan yang saru-saru, padahal, jauuhh dari pada itu, banyak hal-hal prinsip dasar yang harus dipahamkan dulu (memantik kematangan aqil/akal). Sehingga, pada waktunya baligh nanti, tidak mengalami lagi kebingungan perilaku dan paham pada konsekuensi laku gendernya. 

Ah, betapa jadi orangtua masih harus banyak belajar…. *brokenheart* 

#CatatanSenggang #OneDayOnePost 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url